oleh: Siti Hamidah
Kamis lalu (03 April 2014), kita
sudah berkenalan dengan aliran “romantisme”. Ketika itu kita diajak
meromantisisme pikiran kita agar sama-sama menyepakati bahwa yang dimaksudkan
adalah sistem kepercayaan/paham yang dicirikan oleh sufiks -isme untuk romantis maka menurut kamus, kata yang dirujuk adalah
“romantisisme”. Selama ini kita keliru dengan makna romantis, yang dibonsaikan
menjadi “percintaan”. Alhamdulillah,
setelah berkontemplasi bersama di kamisan tercinta, dan kita mendapat pencerahaan
dari Uni Irez. ^^. Secara ringkas yang dimaksud dengan romantisisme adalah
haluan kesusastraan akhir abad ke-18 yang mengutamakan perasaan, pikiran, dan
tindakan spontanitas; aliran dalam seni (drama) yang mengutamakan imajinasi,
emosi, dan sentimen idealisme (KBBI, 2007: 961).
Memorabilia indah di kamisan
kemarin membekali pembaharuan semangat demi kecintaan kita terhadap Sang Pemilik
ilmu. Tiba saatnya minggu kedua di bulan april ini kita beranjak menuju aliran
berikutnya yang masih susur galur dengan romantisisme, yakni surealisme.
A.
Pendahuluan
Seperti yang kita ketahui ada dua
cara untuk menggauli sastra, melalui pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Menurut babon, Teori Kesusastraan, Wellek dan Wareen (1995) ada empat studi sastra
dengan pendekatan ekstrinsik: (1) Biografi; (2) Psikologis; (3) Sosiologis; dan
(4) Filosofis.
Berhubungan dengan surealis maka
pembahasan akan tertuju pada paham atau aliran filosofi yang diusung oleh karya
sastra. Pendekatan secara filosofis, berarti memahami karya sastra sebagai suatu
bentuk yang membungkus unsur pemikiran falsafi. Filsafat sebagai landasan
berpikir dari ilmu pengetahuan, sangat besar perannya memengaruhi kerangka
berpikir setiap bidang ilmu. Aliran/paham dalam ilmu pengetahuan, seni maupun
sastra lahir berdasarkan sudut pandang filsafat. Karya sastra sebagai cipta
dari kesusastraan tak luput dari identifikasi falsafi. Aliran sastra pada
dasarnya merupakan upaya penggambaran prinsip/pandangan hidup (politik, agama,
sosial, dll) yang dianut sastrawan dan tercermin dalam karya sastra yang
dihasilkannya.
Berdasarkan paham dualisme,
aliran dalam sastra dibedakan menjadi dua aliran besar, yakni idealisme dan
materialisme. Menurut KBBI (2007: 416) idealisme adalah aliran ilmu filsafat yang
menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal yang benar yang
dapat dicamkan dan dipahami. Realitas menurut para idealis terdiri atas ide-ide
(pikiran-pikiran), jiwa dan hal-hal diluar benda material karenanya para
idealis akan berusaha hidup menurut cita-cita dan patokan yang dianggap
sempurna, berdasarkan hasil nalarnya. Dengan kata lain yang dimaksud realitas
dalam pemahaman idealis adalah sesuatu yang kita pikirkan dengan akal kita.
Salah satu tokoh filsuf idealis
adalah Plato, sebagaimana diketahui Plato adalah seorang filsuf dari Yunani
yang terkenal dengan gagasan “dunia ide”-nya. Plato “… percaya bahwa semua
fenomena alam itu hanyalah bayang-bayang dari bentuk atau ide yang kekal”
(Gaarder, 2013: 153). Plato meyakini segala sesuatu di alam ini (Plato
mengistilahkan dengan sebutan dunia indra) adalah cerminan dari dunia ide. Dunia
idenya ini yang menjadikan Plato sebagai “bapaknya” aliran idealisme, dan yang
termasuk ke dalam aliran idealisme adalah aliran romantisisme, simbolisme,
ekspresionisme, mistisisme, dan surealisme.
Sedangkan yang dimaksud dengan
aliran materialisme adalah pandangan hidup yang mencari dasar segala sesuatu
yang termasuk kehidupan manusia di dalam alam kebendaan semata-mata dengan
mengesampingkan segala sesuatu yang mengatasi alam indra (KBBI, 2007: 723).
Materialisme, berpandangan bahwa materi itu adalah realitas sedangkan ide
hanyalah bagian dari interaksi dengan materi sehingga menurut aliran
materalisme dunia bergantung pada materi.
Menurut pandangan subjektif
penulis tokoh dasar aliran materialisme atau bapaknya materalisme adalah
Aristoteles karena pendapat Aristoteles “… mengenai seluruh pemikiran dan
gagasan kita masuk ke dalam kesadaran kita melalui apa yang pernah kita dengar
dan lihat” (Gaarder, 2013: 181). Realitas menurut Aristoteles adalah sesuatu
yang dilihat dengan indra, sehingga ia menyimpulkan bahwa benda-benda yang ada
di dalam jiwa manusia itu semata-mata cerminan objek-objek alam (materialis)
dan alam yang dimaksudkan Aristoteles adalah dunia nyata yang dapat di indra, yang
termasuk ke dalam aliran materialisme ialah aliran realisme, naturalisme,
impresionisme, serta determinisme.
B.
Surealisme
Surealisme, dalam bahasa Perancis
surréalisme yang berarti sur: di atas, realisme: paham yang
berusaha melukiskan sesuatu sebagaimana kenyataannya, ada juga yang menyebutkan
surealisme berarti super realisme, atau hal-hal di atas realitas (logika).
Istilah surealisme (surréaliste dalam
bahasa Perancis) pertama kali digunakan oleh Guillame Apolliniare untuk
menjelaskan salah satu judul drama surealisnya pada tahun 1917 Les Mamelles de Tiresias atau lebih dikenal dengan sebutan balet
parade. Baru pada tahun 1924 Andre Breton dalam tulisannya The First Manifesto of Surrealism, yang merupakan tulisan dari
hasil eksperimennya mengenai metode penulisan yang spontan (otomatisme),
dianggap sebagai awal lahirnya surealisme.
Andre Breton adalah seorang
penulis sekaligus psikiatri yang berasal dari Perancis. Breton pada mulanya
adalah bagian dari gerakan dadaisme yang eksentrik dan antirasional. Dadaisme
adalah aliran seni lukis dan sastra (muncul sekitar tahun 1913 di Swiss) yang
menolak segala aliran seni yang telah ada serta menanggalkan nilai tradisional
dan memperjuangkan dikembalikannya seni kepada bentuknya yang paling primitif
(KBBI, 2007). Dadaisme merupakan gerakan
anti perang dengan menolak setiap kode moral, sosial maupun estetik/aturan seni
yang berlaku, pandangan estetik dada adalah tidak ada estetika.
Dadaisme lahir di tengah perang
dunia I, para dadais beranggapan perang hanyalah akibat dari hasil dominasi dan
rasionalisasi berlebihan para kaum borjuis. Menurut para dadais pikiran
rasionalitas yang berlebihan bisa mengakibatkan konflik yang mengerikan di
dunia, rasionalitas adalah belenggu kebudayaan yang sudah semestinya dibongkar.
Gerakan dadaisme merupakan bentuk pemberontakan yang menolak cara berpikir
“seni adalah sesuatu yang tinggi, yang mahal, yang serius, rumit dan eklusif”.
Para dadais menolak keadaan frame
berpikir “seni tinggi” karena seni semacam itu hanya milik kaum menengah ke
atas yang memiliki estetika semu (wikipedia). Dadaisme pada masa berikutnya diyakini
sebagai pelopor dan cikal bakal dari aliran kubisme, seni pop, fluxus, punk dan
surealisme.
Pada sebuah kongres internasional
kaum intelektual dan seniman dengan tema “arah spirit seni modern”. Andre
Breton melakukan pengumuman yang menjelaskan bahwa Dadaisme sudah berakhir dan
sudah menjadi bagian dari sejarah seni modern. Breton dan para dadais yang lain
beranggapan bahwa dadais sejati adalah anti-dadaisme dan menyatakan bangkit
dari kehancuran dadaisme yang pahamnya selalu berpandangan negatif atas segala
hal, termasuk terhadap dada itu sendiri, karena dadaisme merupakan aliran seni
yang mempunyai motivasi pemberontakan dan sekaligus memendam sifat sinistik. Pada
tahun 1924, Breton mendeklarasikan gerakan seni baru sebagai pengembangan dari
gerakan dadaisme bernama “surealisme” yang menjadi gerakan revolusi di dunia
seni dan sastra yang ingin membebaskan manusia dari belenggu kebudayaan dan
intelektualitas dengan mengagungkan arus kesadaran (stream of consciousness). Gerakannya lebih fokus pada perwujudan
pemikiran alam bawah sadar dan mimpi-mimpi dari keinginan yang terkekang.
Surealisme mementingkan aspek
bawah sadar manusia dan nonrasional dalam citraan (di atas atau di luar
realitas atau kenyataan), aliran ini ingin melukiskan kehidupan dan pembicaraan
alam bahwa sadar, alam mimpi, segala peristiwa dilukiskan terjadi dalam waktu
yang bersamaan dan serentak, realitas mimpi dan khayalan seolah tidak ada
batas-batasnya, inilah yang disebut dengan super realisme atau melampai
kenyataan. Surealisme mempunyai unsur kejutan sebagai ungkapan gerakan
filosofis yang menunjukkan kebebasan kreativitas sampai melampaui batas logika.
Surealisme sangat dipengaruhi
oleh teori Psikoanalisis Sigmun Freud (1856-1939) ahli pskitiatri Austria,
psikoanalisis adalah ilmu psikologi yang mendalami alam sadar, bawah sadar, dan
atas sadar manusia. Freud dengan psikoanalisis ingin mengungkap gejala histeria
yang dialami manusia. Freud berpendapat bahwa gejala histeria traumatik yang
dialami seseorang dapat disembuhkan melalui analisis kejiwaan yang dilakukan
dengan kondisi kesadaran pasien, psikoanalisis berbeda dengan praktik hipnotis
yang biasanya dilakukan untuk menyembuhkan gejala histeria. Menurut Freud
dengan menggali bawah sadar manusia ia akan dapat dikembalikan pada kondisi
semula.
Breton,
memanfaatkan psikoanalisis ini dalam eksperimennya untuk mengungkapkan alam
bawah sadar melalui otomatisme (automatic
drawing). Dalam ekperimen tersebut Breton memiliki pandangan bahwa kajian
Freud tidak semata demi kepentingan psikoanalisis tetapi dapat juga diterapkan
dalam seni, terutama tentang gagasan “asosiasi bebas‟ dan teknik menganalisis
mimpi. Breton dalam Manifesto of
Surrealism mengatakan bahwa surealisme adalah otomatisme psikis yang murni
dan surealisme berdasarkan pada keyakinan tentang realitas yang superior dari
kebebasan asosiasi kita yang telah lama ditinggalkan, pada keserbabisaan mimpi,
pada pemikiran kita yang otomatis tanpa kontrol dari kesadaran kita, dengan
kajian psikoanalisas Breton menggali segala sesuatu yang berada di belakang
kesadaran (bawah sadar) dalam proses kerja seniman. Freud mempunyai pemikiran
mimpi yang tidak beraturan, lahir dari hasrat atau keinginan yang terpendam
dalam alam bawah sadar. Maka pada paham surealisme, hasrat-hasrat yang
terpendam keluar secara terbuka dan bebas.
Dari
pemaparan tersebut muncul pemikiran bahwa surealisme hampir mirip dengan
absurdisme, yakni paham (aliran) yang didasarkan pada kepercayaan bahwa manusia
secara umum tidak berarti dan tidak masuk akal (kesadaran para pengikut aliran
itu terhadap tata tertib sering berbenturan dengan kepentingan masyarakat umum).
Akan tetapi setelah proses penggalian informasi lebih lanjut, surealisme
berbeda dengan absurdisme, walaupun sama-sama membicarakan hal-hal yang absurd
(tidak masuk akal/mustahil) dalam teknik penciptaanya. Bedanya absurdisme
adalah ledakan-ledakan bawah sadar yang disertai penolakan serta pengingkaran
terhadap kesadaran, sedangkan surealisme dengan teknik otomatismenya
menciptakan proses kreatif yang menempatkan diri pada ledakan bawah sadar yang
didasarikan pada kesadaran. Dalam otomatisme segala hal dalam kesadaran dikeluarkan, kemudian diledakan
oleh alam bawah sadar, untuk kemudian dikembalikan lagi pada kesadaran (jadi
ingat quote Dee Lestari, “berputar menjadi sesuatu yang bukan kita, demi bisa
menjadi diri kita lagi”).
Tidak heran, karya-karya bercorak
surealis umumnya susah dipahami, khususnya pada karya sastra surelis gaya
penyusunan gagasan, alur, yang melompat-lompat dan tidak beraturan kadang
terasa kacau. Berbicara mengenai karya sastra yang bercorak surealisme di
Indonesia, mungkin penulis belum menemukan bahan yang relevan mengenai
pengelompokkan karya-karya sastrawan di Indonesia berdasarkan aliran-alirannya
yang secara historis tercatat sejak kapan aliran tersebut memengaruhi karya
sastra di Indonesia karena sejauh yang penulis ketahui belum ada buku-buku
sejarah yang terbit di Indonesia yang mendata secara lengkap semua pengarang di
Indonesia berdasarkan pengurutan historis hingga aliran-aliran yang diusung
sastrawan secara lengkap dan runut, tentunya sastrawan yang pernah menyumbangkan
karya bagi khazanah kesusastraaan Indonesia, sastrawan dan karya sastra
tersebut belum terdokumentasikan secara apik.
Namun berdasarkan berbagai sumber
yang didapat, ditemukan nama-nama sastrawan yang diyakini beraliran surealisme diantaranya
Basuki Gunawan dengan cerpen-cerpennya ditulis tahun 1950an hingga 1960an, Iwan
Simatupang dengan novelnya Merahnya Merah
dan drama Tumbang karya Trisno
Sumardjo. Di laman AnneAhira.com disebutkan nama-nama sastrawan yang terkenal
dengan karya sastra surealisme di Indonesia antara lain karya Rosihan Anwar
dengan cerpennya Radio Masyarakat,
sajak-sajak Sitor Situmorang, cerpen Lebih
Hitam dari Hitam karya Iwan Simatupang, dan Toto Sudarto Bachtiar lewat
karyanya Behaia. Selain itu puisi-puisi karya Mashuri, W.
Haryanto, dan H.U Mardi Luhung, dan Zaki Jubaidi juga diyakini sangat kuat
dipengaruhi paham surealisme.
C.
Penutup
Karya-karya sastra sebagai produk
intelektualitas sastrawan tidak luput dari identifikasi falsafi sebagai bentuk
refleksi paham yang dianut oleh pengarang atau sastrawan dalam karya yang
dilahirkannya. Berbagai tujuan sebagai modus para sastrawan dalam menciptakan
karya tidak hanya melibatkan imajinasi sang sastrawan semata, akan tetapi sulit
dipungkiri bahwa apa yang menjadi pola pikir, bahkan cara pandang sastrawan
mengenai hidup dan kehidupan salah satunya dalam koridor ilmu filsafat
mengambil andil dalam ruang penciptaan karya. Surealisme bentuk aliran atau
paham yang meyakini adanya kontribusi berarti dari alam mimpi, alam bawah
sadar, baik berupa imajinasi, mimpi, mitos, legenda, ataupun hal-hal yang bisa
dikategorikan absurd atau mustahil sebagai kekuatan yang nyata untuk dibebaskan
dan ditumpahkan dalam sebuah karya sastra.
Tulisan ini hanya sekadar bentuk
apresiasi untuk memupuk pemahaman hingga dimungkinkan suatu hari nanti para calon penulis mampu menemukan
identifikasi filsafi yang diusung sebagai bentuk refleksi diri dengan karya sastra
sebagai produk intelektualitas. Akan sangat berpeluang tulisan ini membangkitkan
pemahaman rekan-rekan pembaca untuk mengkritisi secara konstruktif sebagai
bentuk pendalaman wawasan yang nantinya akan sama-sama memberikan rekondisi
berpikir menuju ilmu yang lebih banyak dan lebih luas lagi (belajar sepanjang
hayat).
Daftar Pustaka
Wellek, R. dan Warren, A. (1995) Teori
kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gaarder, J. (2013) Dunia Sophie:
sebuah novel filsafat. Bandung: Mizan Pustaka.
Balai Pustaka. (2007) Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Anisoyy. (2014) Aliran dadaisme. Tersedia
di: http://asoyyati.wordpress.com . [Diakses 1 April 2014].
Anneahira. (2013) Pengertian
surealisme. Tersedia di: http://www.anneahira.com/pengertian-surealisme.htm.
[Diakses 1 April 2014].
Dee, N.H. (2008) Surealisme. Tersedia di: www.tukangtidur.blogspot.com. [Diakses 1
April 2014].
Wikipedia. (2013). Surealisme. Tersedia di:
id.m.wikipedia.org/wiki/surealisme. [Diakses 1 April 2014].
2 Comments
Great, benar-benar suka sama pembahasannya. Walaupun saya gak baca semua, tapi saya sangat puas membacanya. 😊
ReplyDeleteterima kasih kak ilmunya. sangat bermanfaat...
ReplyDeletePost a Comment