gambar dari sini

Secara garis besar, alur pekembangan teori-teori sastra sebagai landasan pengenalan terhadap macam-macam kritik sastra telah diklasifikasikan berdasarkan teori pendekatan sastra M. H Abrams (1979). Abrams membagi pendekatan tersebut menjadi pendekatan mimetik, pendekatan ekspresif, pendekatan objektif, dan pendekatan pragmatik. Menurut Yudiono, pendekatan yang dikemukakan Abrams merupakan simplifikasi dari potensi-potensi berbagai karya sastra dalam konteksnya dengan pembaca, pengarang, dunia, dan karya sastra itu sendiri (K.S, 2009). Berikut ini adalah pemaparan mengenai masing-masing pendekatan kritik sastra menurut Abrams.

1) Kritik mimetik
Menurut Abrams, seperti dikemukakan oleh Yudiono, kritik pada jenis ini memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam. Sastra merupakan pencerminan/penggambaran dunia kehidupan. Sehingga kriteria yang digunakan kritikus sejauh mana karya sastra mampu menggambarkan objek yang sebenarnya. Semakin jelas karya sastra menggambarkan realita semakin baguslah karya sastra itu
Kritik jenis ini jelas dipengaruhi oleh paham Aristoteles dan Plato yang menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan. Menurut Plato, seni hanyalah tiruan alam yang nilainya jauh dari realitas sosial dan ide. Sementara itu, Aristoteles berpendapat bahwa tiruan itu justru membedakan sesuatu yang nyata dan umum sebab seni adalah aktivitas manusia.
Berdasarkan pandangan ini, kritik mimetik berkembang hingga muncul sosiologi sastra dan psikologi sastra. Sosiologi sastra memandang karya sastra sebagai  dokumentasi sosial atau gambaran kehidupan asyarakat. Sememntara itu, psikologi sastra memamndang karya sastra sebagai dokumentasi batin masyarakat seperti yang digambarkan dalam tokoh-tokoh ciptaan pengarang.
Buku berjudul Novel Sastra Indonesia Sebelum Perang karya Sapardi Djoko Damono merupakan salah satu buku yang memuat kritik berdasarkan kehidupan masyarakat. Buku tersebut mencoba menuliskan kritik dengan memanfaatkan pendekatan sosiologis (K.S, 1990). Dalam buku tersebut, Sapardi menyusun perkembangan novel Indonesia sejak tahun 1920-an sampai tahun 1970-an. Hal-hal yang dipaparkan adalah mengenai hubungan antara unsur-unsur karya sastra dengan situasi sosial yang melatarbelakangi lahirnya karya tersebut. Beberapa hal mengenai penerbitan, keadaan politik, keadaan pengarang dengan dunia penciptaannya adalah topic yang diangkat dalam buku tersebut.

Selain Sapardi, Jakob Sumardjo pun menulis kritik dengan pendekatan sosiologi. Hal ini tampak pada buku yang berjudul Novel Populer Indonesia. Dalam buku tersebut, Jakob mencoba menjelaskan pengertian novel populer secara historis (K.S, 1990). Menurut Jakob, sebagaimana dikemukakan Yudiono, novel populer memberikan gambaran atas gejala sosial di suatu golongan masyarakat tertentu. 

(bersambung)

---Nurul Maria Sisilia, FLP Bandung