Oleh : Abdullah Abus
Tulisan ini bertujuan
untuk memperkenalkan aliran sastra realisme yang sepertinya sedang menjamur di
negara ini dewasa ini. Tak akan membahas detil karena keterbatasan pengetahuan
dan tema.
Aliran sastra realisme
diawali oleh sastra Perancis pada pertengahan abad ke-19. Sedangkan maksud dari
aliran ini adalah sebuah karya sastra (kebanyakan novel) yang lebih menekankan
tentang penggambaran kehidupan normal dan masyarakat kontemporer apa adanya.
Ada yang menyebutkan
aliran ini sebagai tindak perlawanan pada aliran sastra romantis, yang dianggap
cengeng dan berlebihan. Karya-karya yang dihasilkan oleh para penulis realis
begitu apa adanya. Hanya menceritakan sebuah kisah yang diambil dari kisah
nyata tanpa berusaha mengindah-indahkan bahasa, layaknya sastra romantis.
Ada beberapa penulis
realis yang terkenal, diantaranya George Eliot, William Dean Howells, Honore de
Balzac, Fyodor Dostoyevsky, Leo Tolstoy, Anton Chekov dan masih banyak lagi.
Dari Indonesia tersebutlah
beberapa nama, yaitu N.H. Dini, Titie Said, A.R. Baswedan, Motinggo Boesye dan
masih banyak lagi.
Cirri-ciri yang sangat
kentara dari aliran realisme adalah : menggunakan bahasa sehari-hari, selalu
ada pesan moral yang jelas, berdasarkan kisah nyata, menceritakan kehidupan
sehari-hari, meminimalisir kata-kata/istilah yang tidak sopan dan kesederhanaan
lain.
Walaupun begitu, karya
tulis fiksi tetaplah fiksi. Tak mungkin keseluruhannya berdasarkan kisah nyata.
Bisa dilihat karya-karya biografi yang dinovelkan yang saat ini sedang menjamur
tidak sepenuhnya asli. Selalu ada penambahan, misalnya nama seorang teman tokoh
tersebut dan unsur-unsur lainnya. Itu dikarenakan otobiografi atau kisah yang
akan diceritakan ulang tidak menjelaskan tentang detil-detil yang sekiranya
cocok untuk dipakai di dalam karya-karya tersebut.
Jangan pula
mengharapkan ada adegan/kejadian imajinatif atau fantasi, karena karya sastra
realisme sepertinya alergi dengan itu semua. Bagi mereka, pembaca tak perlu
dibawa masuk ke alam imajinasinya, cukup dengan gambaran yang ada.
Intinya, idealisme
penulis tidak bisa tersalurkan karena ke-real-an tersebut menuntut penulis
untuk memindahkan keseluruhan cerita yang ada ke dalam cerita baru.
Wallahu a’lam.
0 Comments
Post a Comment