Sesi diskusi. Dok: FLP Bandung
flpbandungok.blogspot.com
- Bisakah kamu membayangkan novel "Bumi Manusia" tanpa Minke, novel "Harry Potter" tanpa Harry Potter, dan novel "Laskar Pelangi" tanpa Ikal dan Lintang?

Tentu saja tidak karena mereka adalah karakter inti dalam cerita masing-masing. Tiap kali novel-novel tersebut disebut, kita relatif mudah membayangkan bagaimana perawakan fisik mereka, dan bagaimana kepribadiannya. Setiap penulis hebat punya kemampuan menggambarkan karakternya dengan baik.

Lantas bagaimana, sih, membuat karakter yang menarik dalam karya fiksi? 

Pertanyaan tersebut dikupas dalam agenda Mentoring Kepenulisan #3 FLP Bandung yang berlangsung pada (11/09) lalu. Acara yang berlangsung di Salman Reading Corner ITB tersebut kembali menghadirkan Agi Eka sebagai narasumber. 

Di awal diskusi, Agi menyinggung kekeliruan definisi antara tokoh protagonis dan antagonis. "Protagonis adalah karakter utama yang memiliki keinginan/tujuan, dan antagonis adalah karakter lain yang menjadi penghalang keinginan protagonis," kata Agi.

Definisi ini menyingkirkan anggapan sebagian orang bahwa protagonis mestilah karakter yang baik, dan antagonis haruslah karakter yang jahat. Singkatnya, dua tipe karakter tersebut bukan dibedakan dari sifat/kepribadiannya. 

"Dalam cerita-cerita antihero/villain, protagonisnya justru merupakan karakter yang berkepribadian jahat," kata Agi.

Pemaparan materi. Dok: FLP Bandung

Agi juga menekankan pentingnya membuat karakter yang mudah diingat pembaca. 

Menurut Agi, ada empat pendekatan yang bisa digunakan dalam membuat karakter yang identik. 

Pertama, pemilihan profesi. "Membuat karakter dengan profesi yang unik akan membuat pembaca tertarik," ujar Agi. 

Agi menyebut, salah satu sebab novel-novel Ika Natassa laku keras adalah karena karakternya adalah orang-orang metropolitan, orang yang berprofesi sebagai orang kantoran, pegawai bank, ekspatriat, dsb. Profesi ini belum banyak dikupas oleh novelis lain.

Larisnya novel bertema demikian membuat beberapa penerbit mayor mempunyai lini khusus yang dinamakan "City Lite". Lini yang bertemakan buku-buku romansa berlatar kehidupan perkotaan. 

Adapun pendekatan yang kedua adalah membuat ciri fisik yang kuat. 

"Ciri fisik yang kuat biasanya kentara pada tokoh karya fantasi," kata Agi. 

Voldemort dalam novel Harry Potter, misalnya, digambarkan dengan identik. Ia berkepala plontos, memakai jubah hitam, berkulit pucat, dan tidak memiiki tulang hidung. Contoh lainnya adalah Hulk dalam semestar Marvel, yang digambarkan bertubuh besar, berkulit hijau dengan otot-ototnya yang kekar.

Pendekatan ketiga, ciri psikis, yang menyangkut dengan kepribadian karakter. Salah satu contoh yang Agi sebut adalah tokoh Billy dalam novel "24 Wajah Billy" karya Daniel Keyes. Menurutnya, karakter itu menarik karena ada banyak kepribadian dalam satu tokoh. 

Pendekatan yang terakhir adalah pemilihan nama. Nama ini menjadi penting karena menyangkut dengan sifat dan identitas karakter. Untuk itu, seorang penulis perlu berhati-hati dalam menamai karakternya. 

"Jangan sampai menamai karakter dengan nama tertentu yang tidak sesuai dengan identitasnya," tutur Agi. Misalnya, dengan menamai seseorang dengan nama Charles, padahal ia tinggal di Indonesia dan ceritanya berlatarkan masa lalu, saat nama Charles belum jadi nama yang umum. 

Dalam kata penutupnya, Agi menyampaikan, "Salah satu ciri cerita yang bagus adalah memiliki karakter yang kuat."*** 

Kontributor: Barli