Sampul buku "Pram dalam Kliping"

flpbandungok.blogspot.com
Pramoedya Ananta Toer adalah nama yang mustahil luput dari pembahasan mengenai sastra maupun sejarah Indonesia. Pramoedya tak cuma berperan sebagai penulis fiksi, melainkan juga orang yang berperan dalam merumuskan sejarah Indonesia. Ia melakukannya, salah satunya, lewat kebiasaan mengarsip dan mengkliping. 

Salah satu karya Pram, “Sang Pemula” lahir dari kliping-kliping. Novel Pram yang paling tersohor, “Tetralogi Bumi Manusia” terinsprasi dari kliping mengenai sosok Tirto Adhi Soerjo. Dalam novel, Tirto disamarkan menjadi “Minke”. 

Agaknya, semangat mengkliping tersebut terwariskan pada Deni Rachman, seorang pengagum Pram, pelapak buku, dan pegiat literasi. 

Setelah mengumpulkan sejumlah kliping mengenai Pramoedya selama bertahun-tahun, Deni menyusun-nya ke dalam sebuah buku berjudul “Pram dalam Kliping”. Buku tersebut dikupas dalam agenda Kamisan FLP Bandung pada (01/09) lalu. Dalam acara yang berlangsung secara virtual tersebut, Deni Rachman hadir sebagai narasumber.

Deni mengaku pertama kali mengenal dan kagum pada Pramoedya Ananta Toer setelah  dipinjami novel “Jejak Langkah” oleh kawannya. Ia terpikat. “Semenjak itu, saya mencari buku-buku Pram yang lain, dan baru ketahuan seharusnya saya mulai dari Bumi Manusia,” kata Deni mengenang.  

Perjumpaan Deni dengan Pram tak cuma secara intelektual—lewat bacaan, melainkan juga secara langsung. Pada 2003, di hari buku sedunia dan peringatan Konferensi Asia Afrika, Deni pertama kali melihat sosok Pram. 

Momen sesi diskusi
Dok: FLP Bandung

Deni menyaksikan orasi Pram yang digelar di Gedung Indonesia Menggugat. Orasi dengan judul “Swadesi!” tersebut direkam oleh Deni dan seorang kawannya, yang kemudian mereka alihkan menjadi transkrip tertulis. Transkrip itu pula yang menjadi pembuka buku “Pram dalam Kliping”.

“Kalau ditanya apa konten yang tidak bisa ditemukan di buku kliping lain tentang Pram, maka jawabannya adalah transkrip pidato itu,” kata Deni.

Perjumpaan langsung lainnya terjadi saat Deni tergabung dalam Klab Baca Pram. Saat itu, Deni hadir bersama anggota klab lainnya untuk mendengar nasihat, dan meminta tanda tangan Pram. Anggota klab itu pun pernah datang ke rumah Pram di daerah Bojong Gede, Bogor, dan di sana Deni melihat perpustakaan Pram. 

“Di sana ada ribuan buku, arsip, dan kliping,” kata Deni. Ia pun mendengar langsung penuturan Pram bahwa Pram selalu mengkliping selama satu jam setiap hari. Itulah momen yang memantik Deni untuk mengkliping. 

Di sesi tanya jawab, salah satu peserta, Hernadi Tanzil, memberikan tanggapan mengenai buku tersebut. Menurutnya, ada satu bagian yang paling membuatnya tertarik, yakni satu kliping yang memotret pertemuan antara intel—yang ditugaskan mengawasi Pram—dengan Soeharto di masa Orde Baru. 

Foto bersama di sesi penutup
Dok: FLP Bandung

Diceritakan Soeharto meminta diberikan satu set buku Tetralogi Bumi Manusia oleh intelnya tersebut, dan memintanya menunggu. Setelah membacanya selama lima menit, Soeharto langsung menyimpulkan buku itu bagus dan memuji Pram. Soeharto lalu menandatangani memorandum yang menyatakan laporan Operasi Khusus mengenai Pramoedya selesai.

Diskusi pun membahas berbagai macam hal seperti pengalaman Pram yang pernah berguru kepada Muhammad Natsir, momen pernikahan Pram dengan Maemunah dll.  

Dalam kata penutupnya, Deni bercerita bahwa pertemuan dirinya dengan Pram adalah pertemuan yang mengubah hidup, dan ia masih berencana melanjutkan proyek buku seri kliping selanjutnya. **

Kontributor: Barli