Pada Sabtu, 17 Mei 2025 di Selasar Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB),  Forum Lingkar Pena (FLP) Bandung kembali menggelar sesi mentoring yang dihadiri oleh anggota FLP Bandung. Kepala Divisi Kaderisasi dan Karya FLP Bandung, Utami Dewi, mengisi kegiatan tersebut dengan pemaparan materi tentang “Menghidupkan Karakter Cerita” yang diiringi diskusi dan latihan membuat karakter tokoh dalam cerita.
Berfoto bersama. Dok: FLP Bandung

Kegiatan dimulai dengan diskusi aktif antara Utami dan peserta mengenai mengapa karakter merupakan bagian penting dalam cerita. Ato, salah satu peserta menjawab bahwa karakter adalah nyawanya cerita. Meskipun memiliki alur yang baik, cerita tidak akan hidup dan berkesan jika bukan karena karakter di dalamnya. 

Utami pun menambahkan bahwa karakter yang hidup akan membuat si pembaca tetap mengingat karakter tersebut sekalipun lupa dengan alur ceritanya. Contohnya, warna warni karakter Dilan yang ditulis oleh Pidi Baiq serta karakter Sobari dalam novel Ayah dan Lintang dalam buku Laskar Pelangi yang keduanya merupakan karya Andrea Hirata. 

Untuk menghidupkan karakter yang melekat sebagaimana contoh-contoh karakter yang disebutkan di atas, Utami membagikan enam tip berikut.

  1. Membuat latar belakang karakter melalui Curriculum Vitae (CV) Yap! CV tidak hanya dibutuhkan untuk melamar kerja, tetapi juga  dibutuhkan untuk membangun narasi tokoh dalam cerita. Namun, CV dalam konteks cerita sedikit lebih detail. Selain menyediakan informasi pribadi seperti latar belakang pendidikan, pekerjaan, aktivitas sosial dan pengembangan diri, penulis juga diharapkan mencantumkan tinggi badan, warna kulit, hingga kesukaan karakter.  Sebagai tambahan, Utami menjelaskan tiga dimensi dasar karakter cerita yang harus dipersiapkan penulis, yaitu dimensi fisik, internal, dan eksternal. Fisik merujuk pada detail fisik karakter. Sedangkan internal adalah kepribadian karakter -apakah introver, ekstrover, ambiver, dsb. Adapun dimensi eksternal merujuk kepada lingkungan seperti cara  karakter bersosialisasi dengan lingkungan hingga penambahan partikel mah yang lazim digunakan  dalam ranah percakapan budaya Sunda. Hal tersebut akan membuat karakter memiliki ciri khas tersendiri yang mudah dikenali pembaca. Jika masih sulit untuk membangun karakter cerita, kita dapat menggunakan karakter orang terdekat atau karakter diri sendiri dan menjadikannya sebagai tokoh pertama, kedua, ketiga, dst. Dengan begitu, penulis lebih terlibat secara emosional dan membuat cerita lebih bernyawa.

  2. Berikan motivasi objektif (tujuan) karakter yang dilandasi oleh latar belakangnya
    Karakter yang dibuat oleh penulis harus memiliki tujuan yang objektif dan dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya. Misalnya, karakter yang ingin mendapatkan pemasukan finansial yang tinggi karena berasal dari keluarga yang kekurangan dari segi finansial.

  3. Tambahkan kekurangan dan kelebihan pada karakter cerita
    Makhluk hidup pada hakikatnya tidak sempurna. Begitu pun dengan karakter yang kita miliki dalam cerita. Penulis harus menunjukkan kelebihan dan kekurangan karakter tokoh dalam cerita yang dibuat. Dengan demikian, akan tercipta keterhubungan dan membangkitkan emosi pembaca dan penulis.

  4. Tentukan jenis percakapan
    Dari CV yang sudah dibuat, penulis dapat membuat dialog yang sesuai dengan karakternya. Misalnya, jika dimensi internal karakternya adalah lemah lembut, maka dialog yang dibangun mesti menunjukkan kesopanan karakter.

  5. Tunjukan emosi dan reaksi di setiap kejadian
    Emosi karakter harus disampaikan dalam cerita melalui aksi dengan detail sebagaimana sudah dijelaskan pada sesi mentoring sebelumnya. Jika menunjukkan emosi sedih, dapat dituliskan dengan detail sebagai berikut: Aku tidak tega melihat keadaan Ibu. Anak mana yang sanggup melihat ibunya harus berkeliling desa menjual kue dengan badannya yang sudah membungkuk dan jalan yang melambat.
  6. Membuat perubahan pada tokoh Perubahan pada karakter cerita adalah sesuatu yang ditunggu oleh pembaca. Perubahan ini menunjukkan proses dalam cerita yang membuat pembaca penasaran. Misalnya, karakter dalam cerita terus menerus dirundung (bullying) karena ketidakmampuannya dalam hal akademik. Namun,  karena doa dan usahanya, ia akhirnya menjadi juara sekolah, bahkan memenangkan lomba berulang kali, yang membuat pencemooh merasa malu dan kaget dengan perubahannya. 

Setelah tip-tip tersebut disampaikan dan didiskusikan, sesi mentoring ditutup dengan latihan membuat karakter tokoh cerita. []


Kontributor penulis: Ratih

Penyunting: Sukma