oleh: Sukmawati

Sabtu (1/10), Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Bandung mengadakan kajian pekanan dengan tema “Belajar Nulis Novel Pertamaku dari Novel-novel Best Seller’ bersama Mahab Adib Abdillah, penulis novel ‘Ramadhan Terakhir Ludwig’ dan kumpulan cerpen (kumcer) ‘Cinta dalam Tumpukan Jerami’, di Selasar Timur Masjid Salman, Bandung, Jawa Barat. Kegiatan ini terbuka untuk umum dan diselenggarakan sebagai upaya peningkatan wawasan kepenulisan atau literasi di kalangan penulis maupun calon penulis.

Pada kesempatan itu, Kang Ujo (panggilan akrab pemateri) menyampaikan banyak hal seputar dunia kepenulisan dan penerbitan kepada para peserta. Diawali dengan diskusi tentang para penulis yang karya pertamanya langsung melejit alias laku keras di pasaran. Antara lain: Ahmad Fuadi penulis novel ‘Negeri 5 Menara’, Donny Dhirgantoro dalam ‘5 cm’, Habibburrahman El-Shirazy dengan novel fenomenalnya ‘Ayat-ayat Cinta’, Dewi Lestari dengan novel ‘Supernova’, dan lain-lain.

Sementara itu, penulis dari luar negeri seperti J.K. Rowling, Dan Brown, Stephen King pun termasuk jajaran penulis yang karya pertamanya menjadi best seller dan masih banyak lagi nama-nama yang malang-melintang di deretan buku best seller  baik nasional maupun internasional.

Siapa yang tidak suka bila karya kita banyak digemari, laris, habis diburu orang, dan dipajang di barisan ‘ternama’. Tentu hal tersebut menjadi kedambaan setiap penulis, terutama bagi penulis pemula. Akan ada kepuasan maupun kebahagiaan tersendiri bukan bila telah berhasil mencapainya. Lalu, bagaimana agar karya pertama kita bisa best seller? Jawabannya adalah harus tahu formulanya. Nah, dalam sesi sharing yang berdurasi kurang lebih 1,5 jam itu Kang Ujo memaparkan 7 poin formula agar buku kita bisa best seller.

1. Momentum
Pertama, momentum. Apa itu momentum? Yaitu mengetahui kapan saat yang tepat untuk genre atau tema karya yang kita buat. Misal, munculnya novel ‘Laskar Pelangi’ karya Andrea Hirata  karena saat itu di Indonesia sedang membutuhkan bacaan yang mampu mencerdaskan dan lebih memiliki bahasa ilmiah dalam bersastra. Selain itu, kisah tentang perjuangan “anak daerah” dalam melawan keterbatasan pun masih jarang ditemukan. Itulah mengapa sejak pertama kali diterbitkan, karya pertama Andrea ini bisa laris manis di toko-toko buku Indonesia bahkan mancanegara.

2. Popularitas
Kedua, adanya tingkat popularitas dari si penulis entah sebagai artis, politisi, motivator, penyanyi, maupun tokoh umum (public figure). Hal ini karena si penulis secara tidak langsung sudah memberikan ‘jaminan’ kepada penerbit atas ketenaran yang dimiliki. Tentang popularitas ini bisa dilihat dari seberapa penting dan sering si penulis tampil di hadapan publik dan penggemarnya atau bila kita sebagai pengguna media sosial, maka popularitasnya bisa ditinjau dari jumlah pengikutnya. Penulis yang masuk kriteria tersebut di antaranya Dewi Lestari, B.J. Habibie, Chairul Tanjung, dan Dahlan Iskan.

3. Marketing
Selanjutnya, formula yang tak kalah penting sehingga sebuah karya pertama bisa best seller  yaitu adanya marketing yang gila-gilaan.Mengapa formula ini penting? Karena jika penulis hanya berharap tulisan atau karyanya selesai lalu bisa diterbitkan dan dipajang bersama buku-buku lainnya, maka tidak menutup kemungkinan bila karya tersebut segera tergeserkan oleh yang lain. Satu contoh seperti proses pemasaran buku yang dilakukan oleh seorang motivator Indonesia, Tung Desem Waringin. Ia ‘nekat’ melakukan aksi berkuda ke beberapa wilayah Indonesia sebagai upaya  mempromosikan bukunya yang berjudul “Financial Revolution”. Selain menjadi sorotan kamera dan perbincangan masyarakat, buku tersebut mendapatkan penghargaan  dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai buku inspirasional pertama dengan penjualan 10.511 eksemplar pada hari pertama diluncurkan.

4. Kebaruan
Selanjutnya, poin keempat dalam formula best-seller adalah menjadi fenomena baru. Hal-hal yang secara faktual memang belum ada atau mungkin masih langka. Seperti, hadirnya buku ‘Kambing Jantan’ karya Raditya Dika yang sebetulnya berawal dari hobi si penulis terhadap dunia blogger. Orang yang tadinya malas membaca jadi tertarik untuk membaca dan orang yang jarang menulis jadi tertarik untuk menuangkan ide atau gagasannya melalui blog.

Kelima, adanya kekuatan dari materi (buku)nya. Ini biasanya berhubungan dengan kualitas isi buku dari si penulis. Salah satunya pada buku karya Laksmi yang berjudul ‘Amba’.

6. Branding
Formula keenam yaitu adanya buku sebagai branding. Pada poin ini banyak kita temui di kalangan motivator, artis, dan para tokoh terkemuka. Branding memanglah penting karena akan mempengaruhi pamor di setiap bidang yang mereka tekuni.

7. Kepekaan
Terakhir, poin yang perlu diperhatikan dari formula buku pertama yang best seller adalah adanya kemampuan  menangkap kondisi sosial yang terjadi saat itu. Kalian tentu tahu novel ‘Ayat-ayat Cinta’, kan? Novel fenomenal yang sempat difilmkan ini sebetulnya hadir sebagai bentuk ‘perlawanan’ terhadap buku tempo dulu yang menuai protes bahkan dicekal oleh kalangan muslim, yaitu The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan) yang dibuat oleh penulis luar negeri, Salman Rushdie.

Nah, itulah 7 poin formula buku pertama yang bisa best seller yang disampaikan oleh Kang Ujo. Semoga dengan demikian wawasan kita jadi semakin bertambah dan bersiaplah untuk menghasilkan karya pertama yang terbaik bagi para pembaca.

Sumber:

http://flp.or.id/7-formula-agar-buku-pertama-jadi-best-seller-dibahas-kajian-pekanan-flp-bandung/