flpbandungok.blogspot.com - Menulis adalah keterampilan yang kian dibutuhkan. Banyak profesi yang kini mensyaratkan keterampilan menulis sebagai salah satu kualifikasi. Sayangnya, di tengah menjamurnya kursus dan pelatihan menulis, tak banyak kelompok yang bisa melakukan pendampingan kepenulisan secara konsisten. 

FLP Bandung, sebagai organisasi kepenulisan, merasa perlu melakukan pendampingan bagi para anggotanya dan mereka yang punya semangat menulis. Untuk itulah Mentoring Kepenulisan digelar pada Minggu (14/08/2022). Bertempat di Perpustakaan Salman ITB, Jl. Ganesha, Bandung, sejumlah peserta yang berasal berbagai latar belakang, berkumpul.

Di awal acara, setiap peserta menyebutkan buku-buku favoritnya dan genre tulisan yang diminati. Hal ini akan jadi pegangan untuk pengelompokkan nantinya. 

Lalu, pada sesi praktik, setiap peserta menulis bebas selama 5-10 menit. Mereka diminta menuliskan apa saja mengenai sebuah tema. Dalam kurun tersebut, peserta tidak boleh berhenti menulis.

Pada sesi tersebut, ada dua tema yang diajukan kepada para peserta. Tema “Ibu” salah satunya. Peserta menuliskan apa yang mereka ingat mengenai ibu masing-masing. Beberapa cerita menarik muncul. 

Ahmad, salah satu peserta, bercerita tentang dirinya yang suatu hari lupa meninggalkan ibunya di pasar. Padahal ia sendiri yang mengantar ibunya ke sana. “Kalau ibu lain mungkin sudah marah, tapi ibu saya tidak,” tulisnya. Bagi Ahmad, itu peristiwa yang lucu sekaligus berkesan.

Peserta lainnya, Utami, punya cerita lain. Ia menyebut ibunya yang lekat sekali dengan aktivitas memasak, dan hasil masakan ibunya yang selalu pas di lidah. Dalam satu bagian, Utami menulis, “... dapur adalah kantor pribadi bagi ibu.”

Menurut Barli, yang menjadi pemandu diskusi, metode menulis bebas adalah cara menyingkirkan ketidakpercayaan diri dan sumbatan dalam menulis. “Orang sulit menulis karena sering menyatukan aktivitas menulis dan menyunting,” ujarnya. 

Dengan menulis bebas, otak dipaksa untuk memisahkan keduanya. Saat menulis, peserta hanya fokus menulis dan tidak terlalu memikirkan kerapian, tanda baca, diksi, dsb. Hasil awalnya mungkin akan berantakan dan buruk. Tapi itu akan diatasi lewat penyuntingan. 

“Cuma orang yang tak pernah menulis yang tak pernah membuat tulisan buruk,” kata Barli. 

Usai sesi praktik, peserta memberikan kesan-kesannya. Indah, misalnya, menyatakan senang dengan bentuk Mentoring Kepenulisan yang lebih berisi praktik. Ahmad juga menyatakan hal yang sama. Menurutnya, Mentoring kali ini berlangsung lebih cair dan nyaman. 

Sebelum bubar, para peserta berfoto bersama. Mentoring Kepenulisan akan berlangsung secara rutin, dua minggu sekali.***

Kontributor: Barli